Kita tidak pernah mengetahui kapan dan dimana dan seperti apakah kita  akan mati, Hal yang sangat kita takuti, saat kematian datang tanpa  diduga-duga, Kematian akan menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya  nyawa manusia akan diawali dengan detik-detik menegangkan lagi  menyakitkan. Peristiwa ini dikenal sebagai sakaratul maut.
Ibnu Abi Ad-Dunya  rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, ia  berkata: “Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat di dunia dan  akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari goresan  gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di bejana. Seandainya  ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia  tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman  dengan hidupnya dan tidak nyenyak dalam tidurnya”[2].
Di antara dalil yang menegaskan terjadinya proses sakaratul maut yang mengiringi perpisahan jasad dengan ruhnya, firman Allah:
وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. [Qaaf: 19]
Maksud sakaratul maut  adalah kedahsyatan, tekanan, dan himpitan kekuatan kematian yang  mengalahkan manusia dan menguasai akal sehatnya. Makna bil haq (perkara  yang benar) adalah perkara akhirat, sehingga manusia sadar, yakin dan  mengetahuinya. Ada yang berpendapat al haq adalah hakikat keimanan  sehingga maknanya menjadi telah tiba sakaratul maut dengan kematian[3].
Juga ayat:
كَلآ إِذَا بَلَغَتِ  التَّرَاقِيَ {26} وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ {27} وَظَنَّ أَنَّهُ الْفِرَاقُ  {28} وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ {29} إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ  الْمَسَاقُ
“Sekali-kali jangan.  Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kerongkongan. Dan  dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan”. Dan dia yakin  bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis (kiri)  dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”.  [Al Qiyamah: 26-30]
Syaikh Sa’di  menjelaskan: “Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan keadan orang yang  akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi yaitu  tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat  itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap  menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: “Dan  dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang akan menyembuhkan?” artinya siapa  yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah  kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan, sehingga mereka  bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika datang  dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya  itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan  betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. Urusan  menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar  dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju  Allah Ta’ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya.  Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk  bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang menjadi  kebinasaannya. Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak mendapat  manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan  penentangan”.[4]
Sedangkan beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena sakaratul maut:
Imam  Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita  (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ رَكْوَةٌ أَوْ  عُلْبَةٌ فِيهَا مَاءٌ فَجَعَلَ يُدْخِلُ يَدَيْهِ فِي الْمَاءِ فَيَمْسَحُ  بِهِمَا وَجْهَهُ وَيَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ  سَكَرَاتٍ ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ فَجَعَلَ يَقُولُ فِي أخرجه البخاري ك  الرقاق باب سكرات الموت و في المغازي باب مرض النبي ووفاته. الرَّفِيقِ  الْأَعْلَى حَتَّى قُبِضَ وَمَالَتْ
“Bahwa di hadapan  Rasulullah ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi air. Beliau  memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya seraya  berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki  sakaratul maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju  Rafiqil A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya  melemas”[5]
Dari Anas Radhiyallahu anhu, berkata:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ لَمَّا  ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ  فَقَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلَام وَا أخرجه البخاري في المغازي  باب مرض النبي ووفاته.اليَوْمِ َرْبَ أَبَاهُ فَقَالَ لَهَا لَيْسَ عَلَى  أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ
“Tatkala kondisi Nabi  makin memburuk, Fathimah berkata: “Alangkah berat penderitaanmu ayahku”.  Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari  ini…[al hadits]” [6]
Dalam riwayat Tirmidzi dengan, ‘Aisyah menceritakan:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ  مَا أَغْبِطُ أَحَدًا بِهَوْنِ مَوْتٍ بَعْدَ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ  شِدَّةِ مَوْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أخرجه  الترمذي ك الجنائز باب ما جاء في التشديد عند الموت وصححه الألباني
“Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan kematian(nya), sesudah aku melihat kepedihan kematian pada Rasulullah”.[7]
Dan penderitaan yang  terjadi selama pencabutan nyawa akan dialami setiap makhluk. Dalil  penguatnya, keumuman firman Allah: “Setiap jiwa akan merasakan mati”.  (Ali ‘Imran: 185). Dan sabda Nabi: “Sesungguhnya kematian ada  kepedihannya”. Namun tingkat kepedihan setiap orang berbeda-beda. [8]
KABAR GEMBIRA UNTUK ORANG-ORANG YANG BERIMAN.
Orang  yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat yang  mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan kesan yang  baik lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin ‘Azib  Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  berkata tentang proses kematian seorang mukmin:
إِنَّ الْعَبْدَ  الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ  الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ  كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ  وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ  الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى  يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ  اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ قَالَ فَتَخْرُجُ  تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا  فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى  يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ  وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ  الْأَرْضِ
“Seorang hamba mukmin,  jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat  akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih. Rona muka  mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga, serta  hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata  memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya  sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat- jiwa yang tenang  keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. Ruhnya keluar bagaikan  aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya,  maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para  malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut)  sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth  tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi..”[al  hadits].[9]
Malaikat memberi kabar  gembira kepada insan mukmin dengan ampunan dengan ridla Allah untuknya.  Secara tegas dalam kitab-Nya, Allah menyatakan bahwa para malaikat  menghampiri orang-orang yang beriman, dengan mengatakan janganlah takut  dan sedih serta membawa berita gembira tentang syurga. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا  رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ  أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ  تُوعَدُونَ {30} نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي  اْلأَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا  مَاتَدَّعُونَ
“Sesungguhnya  orang-orang yang berkata: “Rabb kami adalah Allah kemudian mereka  beristiqomah, maka para malaikat turun kepada mereka (sembari berkata):”  Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh)  syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah  pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat di dalamnya kamu memperoleh  apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu  minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha  Penyayang”. [Fushshilat: 30]
Ibnu Katsir mengatakan:  “Sesungguhnya orang-orang yang ikhlas dalam amalannya untuk Allah semata  dan mengamalkan ketaatan-Nya berdasarkan syariat Allah niscaya para  malaikat akan menghampiri mereka tatkala kematian menyongsong mereka  dengan berkata “janganlah kalian takut atas amalan yang kalian  persembahkan untuk akhirat dan jangan bersedih atas perkara dunia yang  akan kalian tinggalkan, baik itu anak, istri, harta atau agama sebab  kami akan mewakili kalian dalam perkara itu. Mereka (para malaikat)  memberi kabar gembira berupa sirnanya kejelekan dan turunnya kebaikan”.
Kemudian Ibnu Katsir  menukil perkataan Zaid bin Aslam: “Kabar gembira akan terjadi pada saat  kematian, di alam kubur, dan pada hari Kebangkitan”. Dan mengomentarinya  dengan: “Tafsiran ini menghimpun seluruh tafsiran, sebuah tafsiran yang  bagus sekali dan memang demikian kenyataannya”.
Firman-Nya: “Kamilah  pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat maksudnya para malaikat  berkata kepada orang-orang beriman ketika akan tercabut nyawanya, kami  adalah kawan-kawan kalian di dunia, dengan meluruskan, memberi kemudahan  dan menjaga kalian atas perintah Allah, demikian juga kami bersama  kalian di akhirat, dengan menenangkan keterasinganmu di alam kubur, di  tiupan sangkakala dan kami akan mengamankan kalian pada hari  Kebangkitan, Penghimpunan, kami akan membalasi kalian dengan shirathal  mustaqim dan mengantarkan kalian menuju kenikmatan syurga”.[10]
Dalam ayat lain, Allah mengabarkan kondisi kematian orang mukmin dalam keadaan baik dengan firman-Nya:
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلاَمٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“(Yaitu)  orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat  dengan mengatakan (kepada mereka): “Salamun ‘alaikum (keselamatan  sejahtera bagimu)”, masuklah ke dalam syurga itu disebabkan apa yang  telah kamu kerjakan”. [An Nahl: 32]
.
Syaikh  Asy Syinqithi mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa  orang yang bertakwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi  larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yaitu dengan mencabut  nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari  syirik dan maksiat, (ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga)  memberi kabar gembira berupa syurga dan menyambangi mereka mereka dengan  salam…[11]
MENGAPA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENDERITA SAAT SAKARATUL MAUT?
Kondisi  umum proses pencabutan nyawa seorang mukmin mudah lagi ringan. Namun  kadang-kadang derita sakarul maut juga mendera sebagian orang sholeh.  Tujuannya untuk menghapus dosa-dosa dan juga mengangkat kedudukannya.  Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Beliau Shallallallahu ‘alaihi wa  sallam merasakan pedihnya sakaratul maut seperti diungkapkan Bukhari  dalam hadits ‘Aisyah di atas.
Ibnu Hajar mengatakan:  “Dalam hadits tersebut, kesengsaran (dalam) sakaratul maut bukan  petunjuk atas kehinaan martabat (seseorang). Dalam konteks orang yang  beriman bisa untuk menambah kebaikannya atau menghapus  kesalahan-kesalahannya”[12]
Menurut Al Qurthubi dahsyatnya kematian dan sakaratul maut yang menimpa para nabi, maka mengandung manfaat :
Pertama : Supaya  orang-orang mengetahui kadar sakitnya kematian dan ia (sakaratul maut)  tidak kasat mata. Kadang ada seseorang melihat orang lain yang akan  meninggal. Tidak ada gerakan atau keguncangan. Terlihat ruh keluar  dengan mudah. Sehingga ia berfikir, perkara ini (sakaratul maut) ringan.  Ia tidak mengetahui apa yang terjadi pada mayat (sebenarnya). Tatkala  para nabi, mengabarkan tentang dahsyatnya penderitaan dalam kematian,  kendati mereka mulia di sisi Allah, dan kemudahannya untuk sebagian  mereka, maka orang akan yakin dengan kepedihan kematian yang akan ia  rasakan dan dihadapi mayit secara mutlak, berdasarkan kabar dari para  nabi yang jujur kecuali orang yang mati syahid.
Kedua : Mungkin akan  terbetik di benak sebagian orang, mereka adalah para kekasih Allah dan  para nabi dan rasul-Nya, mengapa mengalami kesengsaraan yang berat ini?.  Padahal Allah mampu meringankannya bagi mereka?. Jawabnya, bahwa orang  yang paling berat ujiannya di dunia adalah para nabi kemudian orang yang  menyerupai mereka dan orang yang semakin mirip dengan mereka seperti  dikatakan Nabi kita. Hadits ini dikeluarkan Bukhari dan lainnya. Allah  ingin menguji mereka untuk melengkapi keutamaan dan peningkatan derajat  mereka di sisi-Nya. Ini bukan sebuah aib bagi mereka juga bukan bentuk  siksaan. Allah menginginkan menutup hidup mereka dengan penderitaan ini  meski mampu meringankan dan mengurangi (kadar penderitaan) mereka dengan  tujuan mengangkat kedudukan mereka dan memperbesar pahala-pahala mereka  sebelum meninggal. Tapi bukan berarti Allah mempersulit proses kematian  mereka melebihi kepedihan orang-orang yang bermaksiat. Sebab  (kepedihan) ini adalah hukuman bagi mereka dan sanksi untuk kejahatan  mereka. Maka tidak bisa disamakan”.[13]
KABAR BURUK DARI PARA MALAIKAT KEPADA ORANG-ORANG KAFIR.
Sedangkan  orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan susah payah, ia tersiksa  dengannya. Nabi menceritakan kondisi sakaratul maut orang kafir atau  orang yang jahat dengan sabdanya:
“Sesungguhnya hamba yang  kafir -dalam riwayat lain- yang jahat jika akan telah berpisah dengan  dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat-malaikat yang kasar akan dari  langit dengan wajah yang buruk dengan membawa dari neraka. Mereka duduk  sepanjang mata memandang. Kemudian malaikat maut hadir dan duduk di atas  kepalanya dan berkata: “Wahai jiwa yang keji keluarlah engkau menuju  kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya”. Maka ia mencabut (ruhnya) layaknya  mencabut saffud (penggerek yang) banyak mata besinya dari bulu wol yang  basah. [14]
Secara ekspilisit, Al  Quran telah menjelaskan bahwa para malaikat akan memberi kabar buruk  kepada orang kafir dengan siksa. Allah berfirman: ”
وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ  الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو  أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ  الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ  وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Alangkah dahsyatnya  sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam  tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat mumukul dengan  tangannya, (Sambil berkata): “Keluarkan nyawamu”. Di hari ini kamu  dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu  mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu  selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”. [Al An’am: 93]
Maksudnya, para malaikat  membentangkan tangan-tangannya untuk memukuli dan menyiksa sampai nyawa  mereka keluar dari badan. Karena itu, para malaikat mengatakan:  “Keluarkan nyawamu”. Pasalnya, orang kafir yang sudah datang ajalnya,  malaikat akan memberi kabar buruk kepadanya yang berbentuk azab, siksa,  belenggu, dan rantai, neraka jahim, air mendidih dan kemurkaan Ar Rahman  (Allah). Maka nyawanya bercerai-berai dalam jasadnya, tidak mau taat  dan enggan untuk keluar.
Para malaikat  memukulimya supaya nyawanya keluar dari tubuhnya. Seketika itu, malaikat  mengatakan: “Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat  menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan)  yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap  ayat-ayatnya”.. artinya pada hari ini, kalian akan dihinakan dengan  penghinaan yang tidak terukur karena mendustakan Allah dan (lantaran)  kecongkakan kalian dalam mengikuti ayat-ayat-Nya dan tunduk kepaada para  rasul-Nya.
Saat detik-detik  kematian datang, orang kafir mintai dikembalikan agar bisa masuk Islam.  Sedangkan orang yang jahat mohon dikembalikan ke dunia untuk bertaubat,  dan beramal sholeh. Namun sudah tentu, permintaan mereka tidak akan  terkabulkan. Allah berfirman:
حَتَّى إِذَا جَآءَ  أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ {99} لَعَلِّي أَعْمَلُ  صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلآ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن  وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“(Demikianlah keadaan  orang-orang kafir), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari  mereka, dia berkata: “Ya Rabbi kembalikan aku ke dunia. Agar aku  berbuat amal sholeh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali  tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di  hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”. [Al  Mukminun: 99-100]
Setiap orang yang  teledor di dunia ini, baik dengan kekufuran maupun perbuatan maksiat  lainnya akan dilanda gulungan penyesalan, dan akan meminta dikembalikan  ke dunia meski sejenak saja, untuk menjadi orang yang insan muslim yang  sholeh. Namun kesempatan untuk itu sudah hilang, tidak mungkin disusul  lagi. Jadi, persiapan harus dilakukan sejak dini dengan tetap memohon  agar kita semua diwafatkan dalam keadaan memegang agama Allah. Wallahu  a’lamu bishshawab. Washallallahu ‘ala Muhamaad wa ‘ala alihi ajmain.
CAR,HOME DESIGN,FOREX,HOSTING,HEALTH,SEO


0 Response to " Sakaratul Maut, Inilah yang kita akan ketahui saat kematian menjemput kita "
Post a Comment